Hampir tiap pagi aku selalu sarapan dengan telur dadar. Bosan, iya. Tapi untuk memasak masakan lain, aku tak punya waktu. Telur dadar adalah serumit-rumitnya masakan yang bisa kubikin. Kapan pertama kali aku sarapan dengan telur dadar? Sejak mulai bekerja di Jakarta. Eh, tidak..tidak.. Sejak kuliah di pelosok Jawa Tengah. Ummm, tidak juga, sejak SMA, atau malah sejak SD. Ya, ya, aku ingat ibu sering membuatkan menu itu untuk sarapan sekeluarga. Tiga butir telur didadar, lalu dipotong-potong untuk sarapan lima orang, yakni Bapak, aku dan kedua kakakku, serta Ibu sendiri. Tapi bukan berarti sejak SD aku selalu sarapan pakai telur dadar. Bisa menderita bisul menahun nanti. Tidak seekstrim itu lah. Telur dadar buatan ibu itu yang paling enak menurutku. Ada rasa yang khas dalam setiap gigitannya. Campuran yang pas antara bawang, daun bawang, garam, dan segenap proses memasak yang membutuhkan kelihaian khusus, itu tak bisa kusaingi. Bagaimana dengan buatanku? Ah, tak bisa kau...