Seni Kondangan

"Tahukah kenapa Amerika semakin merosot sebagai negara besar? Karena rakyatnya tidak tahu lagi menjawab kenapa minum kopi pada waktu jam ngopi..." [ Umar Kayam dalam "Secangkir kopi dan sepotong Donat" ]



Satu per satu kawan-kawan menemukan pasangan hidup, lalu mengikatnya dalam ikatan sakral berjudul pernikahan. Upacara digelar, dan sebagai sahabat dekat, kondangan dipandang sebagai wajib hukumnya. Tapi, siapa pula yang mengajari ihwal kondangan ini. Kenapa harus pakai batik, misalnya. Atau kenapa harus bawa amplop. Haruskah amplop diberi nama, dan lain sebagainya. Sulit untuk menjawabnya. Tiap masyarakat sudah punya aturan-aturan tak tertulis yang demikian.

Ada yang menarik dalam aktifitas yang bertajuk kondangan ini. Ada hal-hal yang belakangan ini umum terlihat dalam sebuah pesta pernikahan. Sebut saja hal ini sebagai seni kondangan.


PAKAIAN

Para tamu undangan akan menghadiri sebuah upacara pernikahan dengan pakaian yang layak sesuai standar masing-masing individu. Ada yang datang memakai Jas lengkap, ada yang memadukannya dengan celana jeans yang memberi kesan santai. Hal yang sama juga berlaku pada baju Batik. Ada saja yang memadukan batik dengan jeans dan sepatu keds yang kasual.

Bagi kaum wanita, terkadang sebelum menghadiri pesta pernikahan, mesti menyambangi salon terlebih dahulu. Menata rambut dengan sanggul, lalu memakai kebaya. Bukan kebaya tradisional, melainkan kebaya modern. Demikian pula dengan tatanan rambutnya, juga make-up.

MAKANAN

Di dalam pesta pernikahan, sebagaimana sebuah pesta pada umumnya, tentu makanan yang disajikan menjadi salah satu hal penting yang diperhatikan oleh si penggelar pesta. Sewaktu saya kecil, makanan yang disajikan dalam pesta ini dimasak beramai-ramai oleh tetangga-tetangga satu kampung. Namun agaknya sulit melakukan itu di Kota besar. Jauh lebih praktis untuk menyewa jasa katering, dengan menu variatif: dari menu a la eropa sampai soto lamongan.

Biasanya, tamu yang hadir akan menyantap makanan yang tersaji, sambil berdiri. Sembari mengitari sekeliling, mecari menu favoritnya. Kadang-kadang ada yang mesti menyicipi semua menu yang tersaji. Tidak peduli mana makanan pembuka, mana makanan penutup, yang penting sikat! Lagipula, semua menu makanan itu dikeluarkan secara serentak oleh penyelenggara pesta.

SALAMAN & FOTO

Begitu populernya seni kondangan yang satu ini, sampai-sampai jika tidak diatur oleh Master of Ceremony (MC), bisa kacau jadinya, misalnya pengunjung berjubel di depan pelaminan. Seorang MC yang handal harus sanggup mengendalikan prosesi salaman dan foto-foto.

Pose berfotonya kadang begitu-begitu saja. Tidak banyak gaya. Walaupun kadang MC mengijinkan untuk berfoto gaya bebas, tapi biasanya para tamu tetap malu-malu.

Banyak juga tamu yang diundang dalam pesta pernikahan, membawa kamera. Bukan hanya mengabadikan momen sang pengantin, namun mereka juga gemar mengabadikan momen mereka sendiri, saat makan, saat bertemu teman-teman, dan sebagainya. Yang tidak bawa kamera, tetap dapat melakukan hal yang sama, menggunakan gadget.

AMPLOP

Hal ini merupakan seni kondangan yang terbilang rumit. Terakhir saya pergi kondangan bersama kawan-kawan dekat, diskusi soal amplop ini menjadi diskusi yang lumayan panjang.

"Kita sudah ngasih kado, apa perlu ngamplop juga?"

"Amplopnya mau digabung, apa sendiri-sendiri. Pakai nama apa tidak?"

Dua pertanyaan ini menjadi sebuah perdebatan yang panjang. Maklum, kawan-kawan dekat saya berasal dari berbagai penjuru Indonesia, dengan adat istiadat masing-masing. Yang menurut saya sopan, malah dianggap tidak sopan oleh kawan yang lain. Demikian pula sebaliknya. Tidak pernah ada solusi mengenai seni ngamplop ini. Alhasil, kami melakukannya sesuai nurani masing-masing, sesuai adat kebiasaan masing-masing.


***

Dari yang tersebut di atas, ada satu seni kondangan yang cukup lucu dan bikin malu, yaitu seni kondangan tamu tak diundang. Tapi saya tidak punya pengalaman dalam soal itu, jadi saya tidak bisa cerita apa-apa.


Menyoal pesta pernikahan ini, rasanya makin hari orang makin ingin mencari tata cara yang lebih praktis, dengan cara menyewa jasa penyelenggara pesta. Bukan hal yang aneh apabila dari satu pesta ke pesta lain, kian mudah untuk menemukan hal-hal yang sama. Bahkan menu makanan dan tata letak mejanya pun sama. Sehingga mengalami dejavu dalam kondangan, merupakan hal yang wajar. Hal ini membuat saya khawatir, ketika Kondangan menjadi begitu seragam dan tidak variatif, lama kelamaan ia akan kehilangan seninya..

Comments

Popular posts from this blog

Belajar Menulis Fiksi Dengan Bantuan MacGuffin

Meminjam Pistol Anton Chekhov

Senarai 24 Kisah dari Kampung Fiksi